SUARABACA.COM, Seruyan—Melihat kondisi kawasan Danau Sembuluh, Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan yang semakin ‘mengkhawatirkan’, Kepala Biro (Kabiro) Suarabaca.com, Muhammad Yasir, membuat laporan ke Penegakan Hukum (GAKKUM) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Seksi Wilayah I Palangka Raya.
Menurut Yasir, hampir seluruh kawasan yang menjadi zona penyangga (buffer zone) di Danau Sembuluh sudah dikepung oleh perusahaan perkebunan sawit sejak tahun 2004 dan semakin massif dalam satu dekade belakangan. Hal itu tidak hanya berdampak buruk bagi keanekaragaman hayati (biodiversity) di dalam maupun sekitar danau, tapi juga mengancam kehidupan manusia yang hidup sejak lama di perkampungan.
“Sejak tahun 2004-2006, Danau Sembuluh ini sudah dikepung oleh perusahaan perkebunan sawit seperti PT Selonok Ladang Mas (SLM), PT Mega IKa Khansa (MIK), PT Gawi Bahandep Sawit Mekar (GBSM), PT Kerry Sawit Indonesia (KSI), PT Rim Kapital (RK), dan masih banyak yang lainnya, yang mana ada beberapa di antara perusahaan itu menanam hingga ke sempadan danau,” kata Yasir, Selasa (03/24).
Yasir menjelaskan, bahwa status Danau Sembuluh menjadi ‘sangat terancam’ setelah pada tahun 2018 lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah terkait suap-menyuap perkara pembuangan limbah ke Danau Sembuluh.
Oleh karena itu, pada tahun 2019, pemerintah pusat menetapkan Danau Sembuluh sebagai danau prioritas penyelamatan nasional. Artinya, kawasan Danau Sembuluh itu harus diselamatkan secara bersama berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 tahun 2021 dan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kan, sudah jelas dalam Perpres dan UU itu bahwa Danau Sembuluh harus diselamatkan, karena kondisinya memang sangat parah dan terancam. Oleh karena itu, beberapa minggu yang lalu, saya memutuskan untuk melakukan investigasi di kawasan Danau Sembuluh itu,” jelasnya.
Namun, kata Yasir, setelah dirinya melakukan investigasi, ditemukan adanya Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) untuk komodiras Pasir Kuarsa (Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu) yang diterbitkan oleh Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran pada tahun 2024 ini.

“WIUP itu diterbitkan Sugianto Sabran untuk PT Bukit Tambang Selaras (BTS). Yang mengejutkan itu adalah jumlah luasan pencadangannya. Tidak main-main, luas pencadangannya seluas 3.097,00 hektar (ha) yang mencakup empat desa di Kecamatan Danau Sembuluh, yaitu Desa Sembuluh II, Desa Cempaka Baru, Desa Palingkau, dan Desa Ulak Batu,” katanya.
Jika dilihat dari peta WIUP itu, PT BTS akan melakukan eksplorasi hingga ke sempadan danau. Apabila itu terjadi, maka Danau Sembuluh tidak hanya tercemar lagi oleh limbah, tetapi ditambah dengan adanya erosi.
“Berdasar pada akan terjadinya kerusakan yang lebih parah di Danau Sembuluh, saya melakukan pelaporan ke GAKKUM LHK Seksi Wilayah I Palangka Raya agar pemerintah dapat melakukan evaluasi terkait WIUP PT BTS sebelum semuanya terlambat,” tambahnya.
Yasir berharap, GAKKUM LHK Seksi Wilayah I Palangka Raya dapat segera menindaklanjuti laporannya terkait penerbitan WIUP PT BTS yang dilakukan secara serampangan oleh Gubernur Kalimantan Tengah dan dinas terkait, sebelum dirinya melaporakan ke Aparat Penegak Hukum (APH).[Red]