Suarabaca.com, Palangka Raya—Sepanjang bulan November 2024, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Save Our Borneo (SOB) melakukan perjalanan ke Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Kapuas untuk melakukan monitoring keanekaragaman hayati (biodiversity) di Kawasan Bentang Alam Daerah Aliran Sungai (DAS) Muroi yang secara administratif masuk ke dalam tiga kabupaten itu.
Pada tanggal 25 November lalu, WALHI Kalteng dan SOB kemudian menerbitkan rilis tentang hasil (sementara) monitoring yang dilakukan secara kolktif itu. Hasilnya menunjukan bahwa keankeragaman hayati Kawasan Bentang Alam DAS Muroi sangat kaya dan telah lama menjadi habitat bagi bermacam flora dan fauna endemik Pulau Kalimantan, seperti tanaman obat-obatan, pepohonan, Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus), Burung Rangkong (Enggang), Beruang Madu, dan Kalaweit (Gibon).
Namun, yang menarik adalah temuan mereka terkait Orangutan Kalimatan. Sebelumnya, International Union Conservation of Nature (IUCN) Redlist memasukan Orangutan Kalimantan ke dalam status terancam (endangered) sejak tahun 1994 dan pada tahun 2016 lalu statusnya meningkat menjadi “sangat terancam punah”, kemudian status itu beririsan dengan temuan lapangan WALHI Kalteng dan SOB terkait populasi Orangutan di Kawasan Bentang Alam DAS Muroi.
Temuan itu menunjukan, bahwasanya Orangutan Kalimantan mendominasi populasi sebaran satwa di Kawasan Bentang Alam DAS Muroi. Secara luas keseluruhan, luas sebaran yang didominasi Orangutan Kalimantan di kawasan itu mencapai 399.639 hektar (ha) yang mencakup tujuh (7) unit habitat dengan jumlah populasi 1.065 hinggs 2.300 Orangutan Kalimantan. Hal itu dapat dibuktikan dengan ditemukannya sarang-sarang Orangutan Kalimantan berjumlah 12 sarang mulai dari tipe D hingga tipe E yang sudah ditinggali sejak tiga minggu yang lalu.
Namun, kondisi dan status Orangutan Kalimantan yang “sangat terancam punah” itu busa saja menjadi “punah” karena aktifitas-aktifitas ekstraktif seperti pertambangan, perkebunan sawit, dan perusahaan Hutan Tanam Industri (HTI) tidak berhenti melakukan penguasaan hutan dan lahan serta perusakan lingkungan, dimana hal itu menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup Orangutan Kalimantan.

Dalam temuannya, WALHI Kalteng dan SOB mengungkapkan, 191.956,50 ha luas lahan dan hutan di Kawasan Bentang Alam DAS Muroi yang dikuasai oleh tujuh perusahaan HTI, satu (1) perkebunan sawit, dan tiga (3) pertambangan zirkon (pasir kuarsa) dengan rincian: PT. Babugus Wahana Lestari (BWL) yang memiliki izin luasan 18.640 ha, PT. Hutan Produksi Lestari (HPL) memiliki izin luasan 10.050 ha, PT. Bumi Hijau Prima (BHP) memiliki izin luasan 20.352,10 ha, PT. Industrial Forest Plantation (IFP) memiliki izin luasan 100.989,0 ha, PT. Ramang Agro Lestari (RAL) memiliki izin luasan 13.850 ha, dan PT. Kalteng Green Resources (KGR) memiliki izin luasan 28.075 ha.
Direktur SOB, M. Habibi menjelaskan, bahwa Kawasan Bentang Alam DAS Muroi sangat memerlukan perlindungan dari negara karena status keanekaragaman hayatinya seperti Orangutan Kalimantan sangat terancam oleh aktifitas perusahaan-perusahaan yang memiliki konsesi di kawasan itu. Akan tetapi, negara justru tidak memberikan perlindungan itu, melainkan memberikan beban kepada Orangutan Kalimantan dengan izin-izin konsesi. Selain itu, DAS Muroi itu masuk dalam kategori DAS yang harus dipulihkan.
“Berdasarkan data daeri Sistem Informasi Geospasial Interaktif (SIGAP) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), DAS Muroi itu merupakan DAS yang perlu dipulihkan, karena bukan hanya menjadi habitat satwa endemik Pulau Kalimantan, melainkan penghentian aktifitas deforestasi itu juga. Sementara itu, pada peta rencana kerja nasional untuk penurunan emisi karbon (FOLU Net Sink 2030) juga menunjukan bahwa sebagian besar wilayah ini masuk dalam Rencana Operasional (RO) Perlindungan Area Konservasi Tinggi atu RO11. Menurut saya, kawasan DAS Muroi itu memiliki peranan penting dalam pelestarian lingkungan dan perlindungan ekosistem,” jelas Habibi, Jumat (29/24).
Pemerintah harus mengambil sikap dan peran, tambah Habibi, dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Sebab-musababnya, situasi itu juga berdampak pada upaya pelestarian alam yang dikerjakan oleh negara. Juga perlu adanya desakan agar langkah-langkah perlindungan DAS Muroi segera ditentukan sebagai dukungan pemulihan ekosistem serta menjaga komitmen Indonesia dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
Pada kesempatan yang sama, Direktur WALHI Kalteng, Bayu Harinata mengungkapkan, bahwasanya kondisi bentang alam DAS Muroi yang telah dibebani izin HTI, perkebunan sawit, dan pertambangan berpotensi memunculkan dampak-dampak besar terhadap keberlanjutan ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati yang sudah sejak lama hidup di sana.
“Ada spesias langka di kawasan DAS Muroi. Orangutan Kalimantan, buktinya. Statusnya yang terancam punah, tidak lantas menghentikan kerusakan hutan yang menjadi tempat mereka hidup dan berkembang biak. Adapun pengaruh vital yang muncul ketika deforestasi ini terjadi, yaitu masalah produksi Orangutan Kalimantan, karena reproduksi Orangutan yang lama sangat bergantung pada kecukupan pangan dan kondisi hutan yang baik sebagai wilayah jelajahnya,” ungkap Bayu.
Potensi konflik lain yang akan muncul, tambah Bayu, tidak lain adalah konflik antara perusahaan dengan sistem pengelolaan hutan desa oleh kelompok masyarakat. Bagaimana tidak? Izin-izin konsesi HTI itu berbatasan langsung dengan pengelolaan hutan desa. Tentu saja, hal itu bertentangan dengan upaya perlindungan dan pemulihan hutan yang dilakukan di bentang alam DAS Muroi.
Untuk diketahui bersama, berdasar pada temuan Orangutan Kalimantan yang habitatnya masuk dalam konsesi Perusahaan HTI dan temuan potensi konflik yang lebih besar antara perusahaan dan masyarakat, WALHI Kalteng dan SOB memberikan desakan kepada pemerintah untuk melakukan evaluasi terkait izin-izin perusahaan itu. Hal itu menjadi sangat penting untuk membersamai langkah-langkah perlindungan yang serius terhadap Orangutan Kalimantan dan satwa-satwa lainnya di Kawasan Bentang Alam DAS Muroi. Tanpa itu, deforestasi akan meningkat setiap waktunya.[Ys]